Kesiapan Pemerintah terkait Ratifikasi Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa Dipertanyakan

31-01-2023 / KOMISI I
Anggota Komisi I DPR RI Desy Ratnasari dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPR RI dengan Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) di Senayan, Jakarta, Selasa (31/1/2023). Foto : Jaka/Man

 

Anggota Komisi I DPR RI Desy Ratnasari mempertanyakan kesiapan Pemerintah terkait Ratifikasi Konvensi Internasional untuk Pelindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa ke dalam bentuk Rancangan Undang-Undang (RUU). Sebab, menurutnya, berbicara terkait ratifikasi, maka akan berkaitan dengan kewajiban yang harus dilakukan bagi suatu negara yang sudah melakukan ratifikasi.

 

Pertanyaan saya untuk Dirjen Hak Asasi Manusia maupun dari Dirjen Strategi Pertahanan dan Keamanan, Dirjen Kerja Sama Multilateral, dan juga sebagainya, (yaitu) sudah siapkah kita menjalankan kewajiban itu secara konsisten? Karena tidak hanya sekadar setelah selesai diratifikasi lalu kemudian selesai tugas,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPR RI dengan Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) di Senayan, Jakarta, Selasa (31/1/2023).

 

Ia meyakini bahwa untuk meratifikasi konvensi internasional ini harus dipikirkan matang-matang. Dikarenakan semua hal harus dilaporkan secara berkala kepada komite penghilangan paksa mengenai langkah-langkah, baik itu yang bersifat administratif, legislatif, dan juga teknis sesuai dengan persyaratan dalam konvensi.

 

Kesiapan pemerintah itu, menurutnya, juga menyangkut konteks legalitas dan kebijakan hukum. “Seberapa siapkah kita dalam legal ataupun dalam urusan dalam konteks legalitas, dalam konteks kebijakan hukum, yang sudah ada untuk tetap bisa menjaga kasus penghilangan paksa walaupun tidak ada yang spesifik berbicara tentang penghilangan paksa dalam KUHP misalnya, tapi hal itu bisa mengcover jika itu adalah kasus penghilangan paksa di masa mendatang jika hal ini tidak diratifikasi?” ujar Politisi Fraksi PAN itu.

 

Ia pun menyoroti potensi-potensi yang muncul, sebagai dampaik dari adanya ratifikasi tersebut, baik secara eksternal maupun internal. Karena itu, ia berharap jangan sampai ratifikasi Konvensi Internasional untuk Pelindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa ini hanya menjadi kesenangan di awal tanpa ada kesiapan dalam komitmen, konsistensi, dan implementasi selanjutnya. 


“Jangan sampai, kalo kata orang Sunda, ceuyah. Ceuyah di awal, tapi kateteran di tukang.  Maksudnya, kayaknya kita senang, asyik, kita udah hebat ini meratifikasi hak asasi manusia, ini sudah lengkap ratifikasinya, tapi dalam konteks komitmen, konsistensi, dan implementasi, gedebak-gedebuk semuanya,” tutupnya. (adi,hal/rdn)

BERITA TERKAIT
Indonesia Masuk BRICS, Budi Djiwandono: Wujud Sejati Politik Bebas Aktif
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Budisatrio Djiwandono menyambut baik masuknya Indonesia sebagai anggota BRICS. Budi juga...
Habib Idrus: Indonesia dan BRICS, Peluang Strategis untuk Posisi Global yang Lebih Kuat
09-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Keanggotaan penuh Indonesia dalam aliansi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) menjadi isu strategis yang...
Amelia Anggraini Dorong Evaluasi Penggunaan Senjata Api oleh Anggota TNI
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini mendorong evaluasi menyeluruh penggunaan senjata api (senpi) di lingkungan TNI....
Oleh Soleh Apresiasi Gerak Cepat Danpuspolmal Soal Penetapan Tersangka Pembunuhan Bos Rental
08-01-2025 / KOMISI I
PARLEMENTARIA, Jakarta - Tiga anggotaTNI Angkatan Laut (AL) diduga terlibat dalampenembakan bos rental mobil berinisial IAR di Rest Area KM...